Cianjur. Wartatnipolri.net -
Dalam kurun waktu empat bulan terakhir, Kabupaten Cianjur menjadi daerah yang sangat mengkhawatirkan. Betapa tidak, kota tatar santri saat sedang dalam keadaan " Darurat Kekerasan Seksual " terhadap anak.
Sampai 17 April 2025, tercatat telah terjadi 17 kasus kekerasan seksual. 11 kasus persetubuhan dan 6 kasus lainnya merupakan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, menyampaikan bahwa angka tersebut tercatat selama periode Januari hingga pertengahan April 2025.
“Dalam kurun waktu tiga bulan lebih, sudah ada 17 kasus. Kasus terbaru terjadi di Ciranjang, di mana seorang ayah kandung menyetubuhi anaknya sendiri yang masih duduk di bangku SMP,” katanya. Minggu 20/04/2025.
Kata Tono, tahun 2024, kasus kekerasan seksual terhadap anak juga tergolong tinggi, yakni sebanyak 77 kasus. Rinciannya, 60 kasus persetubuhan, 15 kasus pencabulan, dan 2 kasus pemerkosaan.
Tono menambahkan, dalam banyak kasus, pelaku justru merupakan orang terdekat korban, yang menyebabkan trauma berkepanjangan.
“Seperti kasus di Ciranjang, pelakunya ayah kandung. Tentu dampaknya sangat berat secara psikologis. Untuk itu kami menyiapkan pendampingan dan pemulihan bagi para korban,” ujarnya.
Sementara itu, aktivis perempuan dan anak, Tika Latifah, menilai angka tersebut menunjukkan bahwa Cianjur sudah masuk kategori darurat kekerasan seksual terhadap anak.
“Di lihat dari angka tahun ini dan tahun lalu, Cianjur benar-benar darurat. Dan itu hanya data yang terlaporkan. Masih banyak kasus yang tidak muncul ke permukaan, seperti fenomena gunung es,” katanya.
Menurut Tika, banyak korban yang memilih bungkam karena rasa malu, tekanan sosial, atau ancaman dari pelaku.
“Korban sering kali takut melapor karena takut dipermalukan, apalagi jika pelaku adalah keluarga sendiri. Ada juga yang diancam. Maka dari itu, perlu edukasi agar korban berani bicara dan pelaku bisa dihukum, agar tidak ada korban berikutnya,” jelasnya.
Aktifis dari Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA), mendorong pemerintah daerah untuk mengambil peran aktif dalam melakukan pencegahan.
“Pemerintah jangan hanya bergerak setelah ada korban. Kami harap ada langkah nyata, seperti membentuk posko pelaporan di setiap RT dan RW. Ini penting agar anak-anak kita bisa tumbuh dalam lingkungan yang aman,” pungkasnya.
Eyang